Kamis, 13 Oktober 2011

Malaria: Vaksinasi sampai Resistensi (part 1)

Penyakit malaria itu seperti apa? Bagaimana cara penularannya?
Malaria merupakan penyakit infeksi parasit, yang ditularkan lewat gigitan nyamukAnopheles betina. Parasit yang menyebabkan malaria berasal dari genus Plasmodium, dengan empat spesies yaitu P.falciparumP.vivaxP.ovale, dan P.malariae. Gejala klinis malaria ditandai dengan pola demam remiten yang khas dengan masa laten 48 jam (malaria tertiana / vivax), 72 jam (malaria kuartana / malariae), atau iregular (malaria tropika / falciparum) disertai menggigil dan diikuti keringat yang berlebihan. Pola demam ini dapat menghilang dengan terapi antimalaria. Gejala tersebut didahului fase prodromal yang ditandai sakit kepala dan perasaan lelah yang berlebihan. Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa, serta ikterus. Malaria falciparum paling berbahaya di antara malaria lainnya, karena dapat menimbulkan komplikasi neurologis. Masa inkubasi malaria tergantung pada jenis parasit yang menginfeksi. Masa inkubasi rata-rata malaria adalah 6-14 hari, namun dapat mencapai puluhan tahun untuk malaria vivax dan malaria malariae. Populasi yang rentan terkena malaria adalah orang yang terpapar terus-menerus oleh nyamukAnopheles, anak-anak, turis dari negara nonendemik, dan ibu hamil.
Di daerah mana saja malaria masih sangat menular?
Malaria sudah menjangkiti manusia sejak abad ke-28 Sebelum Masehi di Cina, khususnya daerah rawa-rawa. Karena itulah orang-orang abad pertengahan menamainya malaria (dari bahasa Italia yang artinya “udara yang buruk”). Perkembangan pengobatan malaria besar-besaran mulai terjadi pada abad 19. Saat ini malaria tidak lagi endemik di negara-negara Eropa, namun masih cukup banyak kasus yang ditemukan di negara-negara tropis maupun akibat perjalanan antarnegara; khususnya dari Afrika, Amerika Latin, dan Asia Selatan (India dan sekitarnya).
Berikut ini distribusi daerah yang masih endemik malaria di seluruh dunia.

Bagaimana seseorang bisa terjangkit malaria? Apa yang terjadi dalam tubuhnya?

Siklus hidup Plasmodium sp. (CDC)
Siklus hidup Plasmodium meliputi siklus sporozoit di tubuh nyamuk, serta siklus trofozoit (eksoeritrositer dan endoeritrositer) di tubuh manusia. Siklus sporogonium (pembentukan sporozoit) ditandai dengan penggabungan makrogametosit dan mikrogametosit membentuk ookista yang berisi sporozoit. Gigitan nyamuk akan memasukkan sporozoit ke dalam sirkulasi darah manusia. Dalam sirkulasi darah manusia, sporozoit memasuki sel-sel hati (hepatosit) membentuk skizon yang berisi trofozoit. Skizon matang akan pecah dan trofozoit imatur menginvasi eritrosit (sel darah merah). Trofozoit akan mengalami maturasi dan berkembang membentuk skizon berikutnya. Sebagian trofozoit dapat membentuk gametosit (mikrogametosit dan makrogametosit), untuk selanjutnya mengalami pembuahan dalam tubuh nyamuk. Pada saat yang bersamaan dengan penderita malaria mengeluhkan demam menggigil, skizon pecah dan mengeluarkan trofozoit ke dalam sirkulasi darah.
Apakah malaria bisa dicegah dengan vaksinasi? Mengapa vaksin malaria semakin dibutuhkan?
Vaksinasi malaria semakin dirasakan perlu seiring dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat malaria. Dalam 1 tahun insidensi infeksi malaria mencapai 300-500 juta kasus. Selain itu resistensi parasit terhadap obat antimalaria dan racun serangga juga semakin banyak ditemukan. Vaksin malaria sudah dikembangkan sejak tahun 1970-an, namun belum ada satupun vaksin yang efektif sampai saat ini. Salah satu metode pertama yang dikembangkan pada tahun 1970-an adalah dengan radiasi sporozoit. Sampai sekarang sudah berhasil dikembangkan tiga produk kandidat calon vaksin malaria di masa mendatang; yaitu Sanaria Pf SPZ, RTS-S (untuk malariafalciparum), dan PvRII (untuk malaria vivax).
(bersambung ke bagian kedua)
(hnz)

Malaria: Vaksinasi sampai Resistensi (part 2)

Mengapa belum ada vaksin malaria yang cukup efektif?
Kurangnya sumber daya manusia dan biaya menjadi faktor kendala dalam pengembangan vaksin yang efektif untuk mencegah malaria. Selain itu faktor perbedaan sifat berbagai spesies Plasmodium dan faktor resistensi juga dapat mengganggu kerja vaksin.
Bagaimana teori yang mendasari kemungkinan dikembangkannya vaksinasi terhadap malaria?
Konsep memori imunologik dan transfer imunitas lewat serum atau imunoglobulin tampaknya berperan pada proses terbentuknya kekebalan terhadap malaria. Individu yang sudah terpapar Plasmodium dalam waktu yang lama mungkin sudah lebih dulu “membangun” imunitas sehingga gejala infeksi tidak begitu nyata, walaupun dari analisis darah tebal sudah ditemukan Plasmodium. Selain itu apabila serum darah seorang dewasa yang sudah sering terpapar Plasmodium diberikan kepada orang lain yang belum pernah terpapar, maka resipien serum itu akan memperoleh sejumlah imunitas.
Karena itu, prinsip vaksinasi adalah membuat seseorang yang tidak pernah terpapar Plasmodium menjadi imun dengan cara memaparkannya pada Plasmodium yang dilemahkan. Dalam hal ini sporozoit adalah bentuk yang terpenting karena sesuai dengan bentuk Plasmodium yang dimasukkan nyamuk ke dalam tubuh manusia. Konsep ini sudah dicoba pada tahun 1970-an dengan melemahkan sporozoit lewat radiasi, namun kendala perbedaan spesies Plasmodium yang amat bervariasi membuat konsep ini tidak terlalu berkembang pada saat itu. Sedangkan pada masa sekarang, permasalahan utama adalah resistensi parasit yang berkembang dengan cepat.
Selain pada fase sporozoit, ada kemungkinan konsep vaksin bekerja pada tahap lain dalam siklus hidup Plasmodium. Secara teoritis setiap tahap perkembangan Plasmodiumdalam tubuh manusia dapat dibuatkan vaksin. Vaksin preeritrositer (hepatik) dibuat berdasarkan konsep penghambatan pelepasan trofozoit dari skizon hati, yaitu dengan menginduksi limfosit T sitotoksik untuk merusak sel-sel hati yang terinfeksi. Vaksin eritrositer diharapkan dapat menghambat multiplikasi trofozoit yang dilepaskan skizon hati atau mencegah invasi trofozoit menuju eritrosit. Ada pula konsep pembuatan vaksin yang mampu mencegah perlekatan eritrosit ke dinding pembuluh darah. Fase seksual juga dapat dijadikan dasar pengembangan vaksin. Fase ini tidak berperan imunologis pada manusia, namun berperan dalam mencegah penularan lebih lanjut lewat nyamuk.

Mekanisme kerja kandidat vaksin malaria
Adakah pengelompokan dalam pengembangan vaksin malaria jika ditinjau dari populasi penduduk yang memerlukan?
Pengembangan vaksin malaria pada saat ini ditujukan untuk dua kelompok besar. Yang pertama kepada populasi di daerah endemik malaria, dan yang kedua ditujukan untuk turis dari negara nonendemik yang berkunjung ke negara endemik. Sebenarnya saat ini malaria pada turis dapat dicegah dengan pengobatan kemoprofilaksis; namun pertimbangan efek samping, kepatuhan, kontraindikasi, dan kenyamanan; cukup membuat para turis dan calon turis mengharapkan alternatif pencegahan malaria yang lebih baik.
Berikut ini adalah beberapa kandidat vaksin malaria yang pernah diuji.
  • Pada tahun 1987 dikembangkan kandidat vaksin SPf66, dengan menggunakan antigen permukaan sporozoit dan merozoit Plasmodium falciparum. Uji klinik terhadap vaksin ini gagal di fase III, di mana efektivitasnya turun dari 75% menjadi 60%.
  • CSP adalah vaksin terhadap Plasmodium falciparum yang menggunakan rekombinan terhadap komposisi protein permukaan sporozoit (circumsporozoite protein) yang berikatan dengan toksin Pseudomonas aeruginosa. Uji klinik terhadap vaksin ini gagal di fase I, karena efek protektifnya tidak begitu kuat.
  • Vaksin multifase NYVAC-Pf7 yang mengkombinasikan 7 antigenP.falciparum. Vaksin ini mengandung CSP dan PfSSP2 (antigen permukaan sporozoit) yang berfungsi protektif pada fase sporozoit; 4 antigen LSA1 (beberapa di antaranya AMA-1, antigen serin, MSP-1) yang protektif di fase eritrositer; dan 1 antigen fase seksual (Pfs25). Uji klinik terhadap vaksin ini gagal memicu terbentuknya antibodi protektif pada manusia.
  • RTS,S merupakan kandidat vaksin rekombinan yang mengandung protein permukaan sporozoit P.falciparum dari fase preeritrositer yang digabungkan dengan antigen permukaan virus hepatitis B; sehingga diharapkan imunogenisitasnya meningkat. Bahan adjuvan yang teruji klinis cukup baik imunogenisitasnya adalah monofosforil A dan QS21 (SBAS2). Hasil uji efektivitas kandidat vaksin ini cukup baik, terutama bagi anak-anak. Efektivitas vaksin pada anak-anak ditemukan sebesar 53% untuk adjuvan AS01E (Bejon et.al; 2008) dan 65.2% untuk adjuvan AS02D (Abdulla et.al; 2008).
  • PvRII (Plasmodium vivax region II) merupakan kandidat vaksin yang ditujukan untuk mengikat protein reseptor untuk P.vivax; yaitu antigen Duffy.
  • Sanaria PfSPZ adalah kandidat vaksin lainnya yang menggunakan sel utuh Plasmodium falciparum yang dilemahkan sebagai pemicu respons imunitas. Prinsip dasarnya sama dengan metode yang iradiasi nyamuk yang mengandung Plasmodium falciparum untuk melemahkan parasit, yang pernah dikembangkan pada tahun 1970-an.
Adakah titik tertentu siklus hidup Plasmodium yang belum tersentuh konsep vaksin malaria?
Konsep vaksin malaria di masa mendatang tampaknya akan bertitik tolak dari pengembangan tahap dalam siklus hidup Plasmodium, misalnya:
  • Penelitian terhadap bagian mana saja yang imunogenik pada partikelPlasmodium, selain antigen permukaan.
  • Penelitian DNA Plasmodium. Diharapkan dengan modifikasi DNA, misalnya dengan pembuangan atau penambahan segmen genom yang parasiter, atau genom yang mengkode protein tertentu; Plasmodium akan melemah, namun tetap bersifat imunogenik.
(bersambung ke bagian ketiga)
(hnz)

Malaria: Vaksinasi sampai Resistensi (bagian 3

Obat apa yang sampai sekarang masih sensitif untuk terapi malaria?
Ada sejumlah obat malaria yang tersedia saat ini. Berikut antara lain obat-obat tersebut, berdasarkan golongan farmakologisnya.
  • 4-Aminokuinolin (klorokuin dan amodiakuin)
  • 8-Aminokuinolin (primakuin)
  • Kuinolin metanol (kinin/kina, kuinidin, meflokuin)
  • Tetrasiklin (doksisiklin)
  • Antagonis folat (proguanil)
  • Seskuiterpenlakton endoperoksida (artemisinin, artemisin).
  • Amilalkohol (lumefantrin, digunakan bersama artemeter untuk malariafalciparum multiresisten)
  • Fenantrenmetanol (halofantrin)
  • Kombinasi: (untuk terapi dan profilaksis malaria falciparum)
    • Kombinasi antagonis folat (pirimetamin + sulfadoksin)
    • Kombinasi kuinon-antagonis folat (atovaquone + proguanil)
Terapi perlu memperhatikan apakah pasien datang dari daerah yang resisten atau sensitif terhadap klorokuin. Parasit dari daerah sensitif klorokuin masih dapat dibasmi dengan klorokuin. Sedangkan parasit dari daerah resisten klorokuin memerlukan terapi kuinin atau regimen yang ekuivalen. Untuk malaria falciparum berat dapat juga digunakan artemisinin dalam terapi kombinasi. Pasien yang tidak dapat minum obat dianjurkan untuk mendapat kuinidin intravena. Sedangkan pasien non-defisiensi G6PD yang terinfeksi Plasmodium vivax atau Plasmodium ovale memerlukan terapi primakuin untuk membasmi skizon hati.
Obat apa yang biasanya digunakan untuk kemoprofilaksis malaria?
Kemoprofilaksis malaria termasuk dalam prinsip ABCD dalam pencegahan malaria bagi wisatawan yang memasuki negara endemik. Unsur lainnya yaitu kewaspadaan dan pengetahuan (Awareness), menghindari gigitan nyamuk (avoid being Bitten by mosquitoes), dan segera mencari bantuan diagnostik dan terapi jika mengalami gejala-gejala yang mirip malaria (seek Diagnosis and treatment immediately). Sampai sekarang tidak ada terapi kemoprofilaksis yang mampu mencegah 100% penularan malaria.
Terapi kemoprofilaksis malaria dimulai 2 minggu (kecuali 1 minggu untuk klorokuin) sebelum seseorang masuk ke daerah endemik dan berakhir 4 minggu setelah seseorang kembali dari daerah endemik. Pola resistensi terus bergeser, sehingga ada kemungkinan anjuran terapi kemoprofilaksis juga dapat mengalami perubahan.
Untuk profilaksis terhadap P.falciparum sensitif klorokuin, obat yang digunakan adalah klorokuin 300 mg (atau klorokuin fosfat 500 mg) per oral 1 kali seminggu. Sedangkan untuk profilaksis terhadap P.falciparum resisten klorokuin, obat yang dianjurkan adalah meflokuin 250 mg per oral 1 kali seminggu, atau doksisiklin 1 kali 100 mg per hari secara per oral; atau primakuin 0.5 mg/kgBB/hari, atau terapi kombinasi dengan Malarone 1 kali sehari (atovaquone 250 mg + proguanil 100 mg). Malarone berbeda dengan terapi lain, karena cukup dilanjutkan sampai 1 minggu setelah meninggalkan daerah endemik. Primakuin lebih dipilih untuk pencegahan pada daerah yang frekuensi malaria vivax atau ovale-nya cukup tinggi. Untuk malaria vivaxmalariae, dan ovale; dapat digunakan amodiakuin dengan dosis 30 mg/kgBB untuk dibagi selama 3 hari.
Bagaimanakah cara obat antimalaria bekerja?
Ada beberapa macam cara kerja obat antimalaria. Secara garis besar, cara kerja obat antimalaria dibagi atas dua kelompok utama; yaitu pada siklus eksoeritrositer dan siklus eritrositer. Umumnya obat antimalaria ditujukan pada pemusnahan parasit pada siklus eritrositer, kecuali primakuin yang dapat juga bekerja pada siklus eksoeritrositer.
Berikut ini contoh cara kerja obat-obatan malaria.
  • Aminokuinolon, kuinin, klorokuin, primakuin, dan halofantrin dapat menghambat proteolisis hemoglobin dan polimerase heme. Kedua enzim tersebut diperlukan untuk memproduksi pigmen Plasmodium, yang dengan sendirinya ikut membantu mempertahankan hidup Plasmodium tersebut.
  • Pirimetamin, sulfonamid, dan dapson merupakan antibiotik antagonis folat. Obat ini bekerja dengan menghambat pembentukan asam paraaminobenzoat (PABA) menjadi tetrahidrofolat yang diperlukan sebagai prekursor replikasi DNA dan RNA. Mekanisme kerjanya dapat dilihat pada bagan berikut ini.

  • Atovaquone bekerja dengan menghambat transpor mitokondriaPlasmodium.
  • Artemisinin merupakan antimalaria fase eritrositer. Artemisinin dan derivat-derivatnya berfungsi mengikat ion besi pada pigmen selPlasmodium. Ikatan ini mengakibatkan produksi radikal bebas yang merusak protein Plasmodium meningkat, sehingga parasit diharapkan mengalami kematian. Derivat ini bekerja lebih cepat daripada kinin (kina).
Daerah mana saja yang perlu diwaspadai karena endemisitas malarianya?
Daerah-daerah berikut merupakan daerah yang perlu diwaspadai endemisitas malarianya. Artinya, seseorang yang berangkat dari negara yang tidak tercantum dalam daftar ini, menuju ke negara yang tertulis dalam daftar ini; perlu mendapatkan terapi kemoprofilaksis.

Distribusi malaria yang resisten multiterapi baru terdapat di Asia Tenggara (Kambodia, Myanmar, Vietnam, dan Thailand) serta Amerika Latin sekitar Sungai Amazon (Guyana Prancis, Brazil, dan Suriname). Diduga parasit multiresisten juga telah ditemukan di beberapa daerah di Afrika.
Mengapa bisa timbul resistensi parasit terhadap antimalaria?
Resistensi terhadap antibiotik, secara umum, dapat terjadi karena mutasi adaptif oleh parasit itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan terapi antibiotik yang tidak tuntas atau antibiotik yang disalahgunakan untuk penyakit-penyakit yang tidak tepat. Terapi antibiotik normal membutuhkan waktu 7-10 hari (kasus tertentu 14-21 hari) agar seluruh populasi mikroorganisme yang sangat sensitif dan sensitif sedang serta sebagian mikroorganisme resisten dapat dibasmi. Apabila terapi antibiotik dihentikan lebih awal, maka populasi mikroorganisme yang resisten akan meningkat dan jadi berbalik mendominasi infeksi. Gambar berikut ini adalah mekanisme timbulnya resistensi pada terapi antibiotik yang tidak tuntas.

Pada kasus malaria falciparum, yang paling berperan penting adalah resistensi parasit terhadap klorokuin. Resistensi terjadi karena parasit secara spesifik beradaptasi terhadap pengobatan klorokuin dengan mengubah susunan (mutasi) protein transporter PfCRT. Dengan perubahan pada protein ini, klorokuin tidak dapat bekerja, karena dengan sendirinya enzim proteolisis hemoglobin dan polimerase heme tidak dapat dihambat lagi.
Bagaimana mengatasi malaria yang sudah multiresisten obat?
Terapi yang dianjurkan di Asia Tenggara dan Amerika Latin adalah artemisinin / artemeter dalam kombinasi dengan lumefantrin. Di Afrika, terapi kombinasi untuk multiresisten adalah klorproguanil dengan dapson.
(hnz)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar