TANYA JAWAB SEPUTAR OBAT MALARIA
Obat apa yang sampai sekarang masih sensitif untuk terapi malaria?
Ada sejumlah obat malaria yang tersedia saat ini. Berikut antara lain obat-obat tersebut, berdasarkan golongan farmakologisnya.
Obat apa yang biasanya digunakan untuk kemoprofilaksis malaria?
Kemoprofilaksis malaria termasuk dalam prinsip ABCD dalam pencegahan malaria bagi wisatawan yang memasuki negara endemik. Unsur lainnya yaitu kewaspadaan dan pengetahuan (Awareness), menghindari gigitan nyamuk (avoid being Bitten by mosquitoes), dan segera mencari bantuan diagnostik dan terapi jika mengalami gejala-gejala yang mirip malaria (seek Diagnosis and treatment immediately). Sampai sekarang tidak ada terapi kemoprofilaksis yang mampu mencegah 100% penularan malaria.
Terapi kemoprofilaksis malaria dimulai 2 minggu (kecuali 1 minggu untuk klorokuin) sebelum seseorang masuk ke daerah endemik dan berakhir 4 minggu setelah seseorang kembali dari daerah endemik. Pola resistensi terus bergeser, sehingga ada kemungkinan anjuran terapi kemoprofilaksis juga dapat mengalami perubahan.
Untuk profilaksis terhadap P.falciparum sensitif klorokuin, obat yang digunakan adalah klorokuin 300 mg (atau klorokuin fosfat 500 mg) per oral 1 kali seminggu. Sedangkan untuk profilaksis terhadap P.falciparum resisten klorokuin, obat yang dianjurkan adalah meflokuin 250 mg per oral 1 kali seminggu, atau doksisiklin 1 kali 100 mg per hari secara per oral; atau primakuin 0.5 mg/kgBB/hari, atau terapi kombinasi dengan Malarone 1 kali sehari (atovaquone 250 mg + proguanil 100 mg). Malarone berbeda dengan terapi lain, karena cukup dilanjutkan sampai 1 minggu setelah meninggalkan daerah endemik. Primakuin lebih dipilih untuk pencegahan pada daerah yang frekuensi malaria vivax atau ovale-nya cukup tinggi. Untuk malaria vivax, malariae, dan ovale; dapat digunakan amodiakuin dengan dosis 30 mg/kgBB untuk dibagi selama 3 hari.
Bagaimanakah cara obat antimalaria bekerja?
Ada beberapa macam cara kerja obat antimalaria. Secara garis besar, cara kerja obat antimalaria dibagi atas dua kelompok utama; yaitu pada siklus eksoeritrositer dan siklus eritrositer. Umumnya obat antimalaria ditujukan pada pemusnahan parasit pada siklus eritrositer, kecuali primakuin yang dapat juga bekerja pada siklus eksoeritrositer.
Berikut ini contoh cara kerja obat-obatan malaria.
Daerah-daerah berikut merupakan daerah yang perlu diwaspadai endemisitas malarianya. Artinya, seseorang yang berangkat dari negara yang tidak tercantum dalam daftar ini, menuju ke negara yang tertulis dalam daftar ini; perlu mendapatkan terapi kemoprofilaksis.
Distribusi malaria yang resisten multiterapi baru terdapat di Asia Tenggara (Kambodia, Myanmar, Vietnam, dan Thailand) serta Amerika Latin sekitar Sungai Amazon (Guyana Prancis, Brazil, dan Suriname). Diduga parasit multiresisten juga telah ditemukan di beberapa daerah di Afrika.
Mengapa bisa timbul resistensi parasit terhadap antimalaria?
Resistensi terhadap antibiotik, secara umum, dapat terjadi karena mutasi adaptif oleh parasit itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan terapi antibiotik yang tidak tuntas atau antibiotik yang disalahgunakan untuk penyakit-penyakit yang tidak tepat. Terapi antibiotik normal membutuhkan waktu 7-10 hari (kasus tertentu 14-21 hari) agar seluruh populasi mikroorganisme yang sangat sensitif dan sensitif sedang serta sebagian mikroorganisme resisten dapat dibasmi. Apabila terapi antibiotik dihentikan lebih awal, maka populasi mikroorganisme yang resisten akan meningkat dan jadi berbalik mendominasi infeksi. Gambar berikut ini adalah mekanisme timbulnya resistensi pada terapi antibiotik yang tidak tuntas.
Pada kasus malaria falciparum, yang paling berperan penting adalah resistensi parasit terhadap klorokuin. Resistensi terjadi karena parasit secara spesifik beradaptasi terhadap pengobatan klorokuin dengan mengubah susunan (mutasi) protein transporter PfCRT. Dengan perubahan pada protein ini, klorokuin tidak dapat bekerja, karena dengan sendirinya enzim proteolisis hemoglobin dan polimerase heme tidak dapat dihambat lagi.
Bagaimana mengatasi malaria yang sudah multiresisten obat?
Terapi yang dianjurkan di Asia Tenggara dan Amerika Latin adalah artemisinin / artemeter dalam kombinasi dengan lumefantrin. Di Afrika, terapi kombinasi untuk multiresisten adalah klorproguanil dengan dapson.
Ada sejumlah obat malaria yang tersedia saat ini. Berikut antara lain obat-obat tersebut, berdasarkan golongan farmakologisnya.
- 4-Aminokuinolin (klorokuin dan amodiakuin)
- 8-Aminokuinolin (primakuin)
- Kuinolin metanol (kinin/kina, kuinidin, meflokuin)
- Tetrasiklin (doksisiklin)
- Antagonis folat (proguanil)
- Seskuiterpenlakton endoperoksida (artemisinin, artemisin).
- Amilalkohol (lumefantrin, digunakan bersama artemeter untuk malariafalciparum multiresisten)
- Fenantrenmetanol (halofantrin)
- Kombinasi: (untuk terapi dan profilaksis malaria falciparum)
- Kombinasi antagonis folat (pirimetamin + sulfadoksin)
- Kombinasi kuinon-antagonis folat (atovaquone + proguanil)
Obat apa yang biasanya digunakan untuk kemoprofilaksis malaria?
Kemoprofilaksis malaria termasuk dalam prinsip ABCD dalam pencegahan malaria bagi wisatawan yang memasuki negara endemik. Unsur lainnya yaitu kewaspadaan dan pengetahuan (Awareness), menghindari gigitan nyamuk (avoid being Bitten by mosquitoes), dan segera mencari bantuan diagnostik dan terapi jika mengalami gejala-gejala yang mirip malaria (seek Diagnosis and treatment immediately). Sampai sekarang tidak ada terapi kemoprofilaksis yang mampu mencegah 100% penularan malaria.
Terapi kemoprofilaksis malaria dimulai 2 minggu (kecuali 1 minggu untuk klorokuin) sebelum seseorang masuk ke daerah endemik dan berakhir 4 minggu setelah seseorang kembali dari daerah endemik. Pola resistensi terus bergeser, sehingga ada kemungkinan anjuran terapi kemoprofilaksis juga dapat mengalami perubahan.
Untuk profilaksis terhadap P.falciparum sensitif klorokuin, obat yang digunakan adalah klorokuin 300 mg (atau klorokuin fosfat 500 mg) per oral 1 kali seminggu. Sedangkan untuk profilaksis terhadap P.falciparum resisten klorokuin, obat yang dianjurkan adalah meflokuin 250 mg per oral 1 kali seminggu, atau doksisiklin 1 kali 100 mg per hari secara per oral; atau primakuin 0.5 mg/kgBB/hari, atau terapi kombinasi dengan Malarone 1 kali sehari (atovaquone 250 mg + proguanil 100 mg). Malarone berbeda dengan terapi lain, karena cukup dilanjutkan sampai 1 minggu setelah meninggalkan daerah endemik. Primakuin lebih dipilih untuk pencegahan pada daerah yang frekuensi malaria vivax atau ovale-nya cukup tinggi. Untuk malaria vivax, malariae, dan ovale; dapat digunakan amodiakuin dengan dosis 30 mg/kgBB untuk dibagi selama 3 hari.
Bagaimanakah cara obat antimalaria bekerja?
Ada beberapa macam cara kerja obat antimalaria. Secara garis besar, cara kerja obat antimalaria dibagi atas dua kelompok utama; yaitu pada siklus eksoeritrositer dan siklus eritrositer. Umumnya obat antimalaria ditujukan pada pemusnahan parasit pada siklus eritrositer, kecuali primakuin yang dapat juga bekerja pada siklus eksoeritrositer.
Berikut ini contoh cara kerja obat-obatan malaria.
- Aminokuinolon, kuinin, klorokuin, primakuin, dan halofantrin dapat menghambat proteolisis hemoglobin dan polimerase heme. Kedua enzim tersebut diperlukan untuk memproduksi pigmen Plasmodium, yang dengan sendirinya ikut membantu mempertahankan hidup Plasmodium tersebut.
- Pirimetamin, sulfonamid, dan dapson merupakan antibiotik antagonis folat. Obat ini bekerja dengan menghambat pembentukan asam paraaminobenzoat (PABA) menjadi tetrahidrofolat yang diperlukan sebagai prekursor replikasi DNA dan RNA. Mekanisme kerjanya dapat dilihat pada bagan berikut ini.
- Atovaquone bekerja dengan menghambat transpor mitokondriaPlasmodium.
- Artemisinin merupakan antimalaria fase eritrositer. Artemisinin dan derivat-derivatnya berfungsi mengikat ion besi pada pigmen selPlasmodium. Ikatan ini mengakibatkan produksi radikal bebas yang merusak protein Plasmodium meningkat, sehingga parasit diharapkan mengalami kematian. Derivat ini bekerja lebih cepat daripada kinin (kina).
Daerah-daerah berikut merupakan daerah yang perlu diwaspadai endemisitas malarianya. Artinya, seseorang yang berangkat dari negara yang tidak tercantum dalam daftar ini, menuju ke negara yang tertulis dalam daftar ini; perlu mendapatkan terapi kemoprofilaksis.
Distribusi malaria yang resisten multiterapi baru terdapat di Asia Tenggara (Kambodia, Myanmar, Vietnam, dan Thailand) serta Amerika Latin sekitar Sungai Amazon (Guyana Prancis, Brazil, dan Suriname). Diduga parasit multiresisten juga telah ditemukan di beberapa daerah di Afrika.
Mengapa bisa timbul resistensi parasit terhadap antimalaria?
Resistensi terhadap antibiotik, secara umum, dapat terjadi karena mutasi adaptif oleh parasit itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan terapi antibiotik yang tidak tuntas atau antibiotik yang disalahgunakan untuk penyakit-penyakit yang tidak tepat. Terapi antibiotik normal membutuhkan waktu 7-10 hari (kasus tertentu 14-21 hari) agar seluruh populasi mikroorganisme yang sangat sensitif dan sensitif sedang serta sebagian mikroorganisme resisten dapat dibasmi. Apabila terapi antibiotik dihentikan lebih awal, maka populasi mikroorganisme yang resisten akan meningkat dan jadi berbalik mendominasi infeksi. Gambar berikut ini adalah mekanisme timbulnya resistensi pada terapi antibiotik yang tidak tuntas.
Pada kasus malaria falciparum, yang paling berperan penting adalah resistensi parasit terhadap klorokuin. Resistensi terjadi karena parasit secara spesifik beradaptasi terhadap pengobatan klorokuin dengan mengubah susunan (mutasi) protein transporter PfCRT. Dengan perubahan pada protein ini, klorokuin tidak dapat bekerja, karena dengan sendirinya enzim proteolisis hemoglobin dan polimerase heme tidak dapat dihambat lagi.
Bagaimana mengatasi malaria yang sudah multiresisten obat?
Terapi yang dianjurkan di Asia Tenggara dan Amerika Latin adalah artemisinin / artemeter dalam kombinasi dengan lumefantrin. Di Afrika, terapi kombinasi untuk multiresisten adalah klorproguanil dengan dapson.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar